Saya merasa cukup bangga dengan diri saya sendiri akhir2 ini. Ketergantungan saya dengan gadget yang saya punya cukup jauh berkurang. Pun ditambah kesadaran akan pentingnya bersosialisasi dengan sekitar ketimbang nunduk mantengin hape. Sudah jadi kesadaran umum sih ya kalo smartphone itu seringkali merampas sebagian waktu kita yang seharusnya
untuk bersosialisasi. Seringkali saya merasa annoyed jika seseorang mulai sibuk dengan hapenya, padahal saya tahu kondisinya tidak sedang urgent untuk melihat hape secara terus menerus.
Suatu saat ketika saya sedang di bandara, saya melihat ada sekelompok anak muda seusia saya yang kelihatannya sudah lamaaaaa sekali tidak pernah bersua. Darimana saya tau? Ya soalnya, pas awal2 ketemu mereka heboh bercipika-cipiki dan loncat2 girang gitu (ababil banget gak sih? :P). Sayangnya kehebohan itu palingan cuma berlangsung 10 menit saja. Menit ke-11 mereka sudah sibuk dengan hapenya masing2, bahkan ada yang ngeluarin tablet dan sibuk surfing kesana sini. Saya tertampar sesakit2nya. Jangan2 saya juga seperti itu? Yang lebih tertarik dengan gadget yang saya pegang ketimbang menghargai setiap detik bercengkerama dengan teman2 saya? Padahal untuk keadaan sekarang, sekedar bertemu dengan mereka saja susah, masa iya ketika sudah bisa ketemu waktu saya habis untuk teman2 dunia maya juga?
Dari situlah saya bertekad, hape/tablet/iPod adalah solusi paling terakhir untuk menghabiskan waktu di tempat umum lebih2 jika saya sedang berkumpul dengan teman2 saya. Saya lebih memilih mati gaya semati2nya sambil berusaha mencari bahan obrolan. Pernah kejadian, saya sedang berkumpul dengan beberapa teman. Pada suatu ketika kami mengalami dead-air, kehabisan bahan obrolan. Satu persatu mulai 'menunduk' dan sibuk dengan hape-pintarnya masing2. Saya pun begitu, sambil sesekali memancing hal random buat bahan obrolan. Gak ditanggepin sama sekali, kemudian saya pun angkat kaki dari situ. Pikir saya, buat apa ya saya tetap di situ tapi saya di-ignore-kan di situ. Akhirnya saya mendapatkan full attention dan nyinyir2an kembali dimulai. Hahahaaa, sesekali harus digituin emang.
Kemarin saya ke Bandung, menengok sepasang teman saya yang baru dikarunia anak perempuan (Congrats Imam-Siska!). Saya pergi dengan tiga orang temen saya yang dua di antaranya adalah gadget-freak. Banget. Period. Saya sudah ancang2 bikin somasi kalo segala jenis gadget terlarang buat disentuh kalo kita sedang tidak me-time. Sampe segitunya karena mereka emang udah kebangetan freaknya. Tapi ternyata, ketika kami sudah berkumpul, kami sama sekali jarang menyentuh gadget kami. Gadget cuma dikeluarkan ketika kami perlu membalas telepon, sms, email atau keperluan navigasi di jalan. Takjub ya saya.. Kok bisaaa.. Waktu tetap berjalan sangat singkat tanpa bantuan gadget. Perjalanan Jakarta-Bandung tetap asyik tanpa twitter/BBMan.
Permasalahannya adalah kita terlalu open-up terhadap media sosial. Kita terbiasa berheboh2 di dunia maya hingga ketika saatnya kita bertemu di dunia nyata kehebohan itu menjadi kurang maknanya. Apa sih yang bisa kita obrolkan kalo kita sudah umbar semua di dunia maya. Tanpa bertanya, kita sudah tahu kabar masing2. Dan kita sudah terlalu malas untuk sekedar berbasa-basi in person. Hidup kita sangat jauh lebih mudah dengan bantuan hape-pintar memang. Tapi apa iya kita jadi sedemikian manjanya hingga menjadi ketergantungan dengan itu. Sepintar2nya hape, tetap lebih pintar kita kok karena tetap kita sebagai pengendalinya. Kita yang pada akhirnya memilih untuk tetap menjadi "tuan" dari hape kita atau mungkin malah sebaliknya.
You decide!
untuk bersosialisasi. Seringkali saya merasa annoyed jika seseorang mulai sibuk dengan hapenya, padahal saya tahu kondisinya tidak sedang urgent untuk melihat hape secara terus menerus.
Suatu saat ketika saya sedang di bandara, saya melihat ada sekelompok anak muda seusia saya yang kelihatannya sudah lamaaaaa sekali tidak pernah bersua. Darimana saya tau? Ya soalnya, pas awal2 ketemu mereka heboh bercipika-cipiki dan loncat2 girang gitu (ababil banget gak sih? :P). Sayangnya kehebohan itu palingan cuma berlangsung 10 menit saja. Menit ke-11 mereka sudah sibuk dengan hapenya masing2, bahkan ada yang ngeluarin tablet dan sibuk surfing kesana sini. Saya tertampar sesakit2nya. Jangan2 saya juga seperti itu? Yang lebih tertarik dengan gadget yang saya pegang ketimbang menghargai setiap detik bercengkerama dengan teman2 saya? Padahal untuk keadaan sekarang, sekedar bertemu dengan mereka saja susah, masa iya ketika sudah bisa ketemu waktu saya habis untuk teman2 dunia maya juga?
Dari situlah saya bertekad, hape/tablet/iPod adalah solusi paling terakhir untuk menghabiskan waktu di tempat umum lebih2 jika saya sedang berkumpul dengan teman2 saya. Saya lebih memilih mati gaya semati2nya sambil berusaha mencari bahan obrolan. Pernah kejadian, saya sedang berkumpul dengan beberapa teman. Pada suatu ketika kami mengalami dead-air, kehabisan bahan obrolan. Satu persatu mulai 'menunduk' dan sibuk dengan hape-pintarnya masing2. Saya pun begitu, sambil sesekali memancing hal random buat bahan obrolan. Gak ditanggepin sama sekali, kemudian saya pun angkat kaki dari situ. Pikir saya, buat apa ya saya tetap di situ tapi saya di-ignore-kan di situ. Akhirnya saya mendapatkan full attention dan nyinyir2an kembali dimulai. Hahahaaa, sesekali harus digituin emang.
Kemarin saya ke Bandung, menengok sepasang teman saya yang baru dikarunia anak perempuan (Congrats Imam-Siska!). Saya pergi dengan tiga orang temen saya yang dua di antaranya adalah gadget-freak. Banget. Period. Saya sudah ancang2 bikin somasi kalo segala jenis gadget terlarang buat disentuh kalo kita sedang tidak me-time. Sampe segitunya karena mereka emang udah kebangetan freaknya. Tapi ternyata, ketika kami sudah berkumpul, kami sama sekali jarang menyentuh gadget kami. Gadget cuma dikeluarkan ketika kami perlu membalas telepon, sms, email atau keperluan navigasi di jalan. Takjub ya saya.. Kok bisaaa.. Waktu tetap berjalan sangat singkat tanpa bantuan gadget. Perjalanan Jakarta-Bandung tetap asyik tanpa twitter/BBMan.
Permasalahannya adalah kita terlalu open-up terhadap media sosial. Kita terbiasa berheboh2 di dunia maya hingga ketika saatnya kita bertemu di dunia nyata kehebohan itu menjadi kurang maknanya. Apa sih yang bisa kita obrolkan kalo kita sudah umbar semua di dunia maya. Tanpa bertanya, kita sudah tahu kabar masing2. Dan kita sudah terlalu malas untuk sekedar berbasa-basi in person. Hidup kita sangat jauh lebih mudah dengan bantuan hape-pintar memang. Tapi apa iya kita jadi sedemikian manjanya hingga menjadi ketergantungan dengan itu. Sepintar2nya hape, tetap lebih pintar kita kok karena tetap kita sebagai pengendalinya. Kita yang pada akhirnya memilih untuk tetap menjadi "tuan" dari hape kita atau mungkin malah sebaliknya.
You decide!
jadi
BalasHapuskapan mau dijual tuh gadget"?
wkwkwk
.deady
BalasHapuskok gak bisa reply yah. Larinya ke komen baru.. -___-
not for sale!! i love them so much!